Oleh : YHOHANNES NEOLDY, ST
Kabupaten Tanah Datar yang dikenal sebagai “Luhak Nan Tuo” merupakan salah satu wilayah yang terletak di tengah-tengah Propinsi Sumatera Barat dengan ibukota Batusangkar. Secara geografis wilayah Kabupaten Tanah Datar berada pada posisi 00° 17 “ LS - 00° 39 “ LS dan 100° 19’ BT 100° 51 BT, dengan luas wilayah 1.336 Km² atau 133.600 Ha dan terdiri dari 14 Kecamatan, 75 Nagari, serta 395 Jorong. Posisi Kabupaten Tanah Datar terletak diantara 3 buah gunung, yaitu Gunung Merapi, Gunung Singgalang dan Gunung Sago serta secara administrasi wilayahnya berbatasan dengan :
Ø Sebelah Utara Kab. Agam, Limo Puluh Koto
Ø Sebelah Selatan, Kab. Solok dan Kota Sawahlunto
Ø Sebelah Timur, Kab. Sijunjung
Ø Sebelah Barat, Kab. Pariaman dan Kota Padang Panjang Luasnya 133600 Ha / 1336 Km.
Kabupaten Tanah Datar berada di suatu cekungan gunung dan perbukitan yang melingkar dengan ketinggian berkisar antara 100 – 2.891 meter dari permukaan laut. Bentuk bentang alam yang sekarang ini merupakan pencerminan dari proses alam yang bekerja di daerah Tanah Datar, dimana proses pembentukan bentang alam sangat dipengaruhi oleh jenis – jenis batuan, struktur geologi serta inten sitas proses (erosi).
Kota Batusangkar terletak di Kec. Lima Kaum disana terdapat beberapa Cagar Budaya diantaranya Benteng Vander Capplen, Gedung Indojolito, Gedung LP Batusangkar, Rumah Dinas Ketua DPRD, Rumah Dinas Wakil Bupati, Rumah Dinas Kodim, Rumah Dinas Kapolres, Rumah Dinas Kepala Pos dan lain-lain. Benteng Van der Capplen adalah benteng peninggalan Belanda yang berdiri di Kampung baru Nagari Baringin Kec. Lima Kaum (Kota Batusangkar), Sumatera Barat, Indonesia. Fort Van der Capellen juga nama lama Batusangkar. diambil dari nama seorang jendral belanda yaitu Godert Alexander Gerard Philip baron van der Capellen. Di Sumatera Barat Terdapat dua buah benteng peninggalan belanda, dan yang satu terletak di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia dengan nama Benteng Fort de Kock.
Situs dan bangunan benteng Van der Capellen memiliki perjalanan sejarah yang panjang. Keberadaan Benteng Van der Capellen tidak terlepas dari peristiwa peperangan antara Kaum Adat melawan Kaum Agama yang terjadi sekitar tahun 1821, yang terkenal dengan Perang Padri. Hal ini terjadi karena adanya pertentangan Kaum Agama yang dipelopori oleh tiga orang Haji yang baru kembali dari Makkah dan ingin melakukan pemurnian ajaran agama Islam. Waktu itu masyarakat Minangkabau telah banyak melakukan praktek budaya sehari-hari yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, misalnya sabung ayam , berjudi, minum minuman keras dan sebagainnya. Namun gerakan pemurnian ajaran agama Islam ini tidak berjalan mulus dan memperoleh tantangan dari Kaum Adat. Dalam kondisi demikian, pertentangan antara Kaum Adat dan Kaum Agama semakin meruncing dan konflik terbuka antara keduanya tidak dapat dihindarkan lagi. Konflik terbuka berupa peperangan fisik antara Kaum Adat dan Kaum Agama membuat Kaum Adat meminta bantuan Belanda yang pada waktu itu sudah berkedudukan di Padang. Rombongan penghulu dari Tanah Datar menemui Puy di padang untuk meminta bantuan belanda melawan gerakan Paderi. Isi perjanjian 10 Februari 1821 antara lain : Kepala penhulu dari pemerintahan kerajaan pagaruyung menyerahkan kekuasaan ke Pmerintahan Hindia Belanda; Tidak menentang Hindia Belanda. Pasukan Belanda dibawah pimpinan Kolonel Raff masuk ke Tanah Datar untuk melakukan penyarangan kepada rakyat.
Sesampai di Batusangkar, pasaukan Belanda dipusatkan di suatu tempat yang paling tinggi di pusat kota, lebih kurang 500 meter dari pusat kota. Pada tempat ketinggian inilah pasukan Belanda kemudian membangun sebuah benteng yang permanen. Bangunan benteng pertahanan yang dibangun pada tahun 1822 - 1826 ini berupa bangunan yang memiliki ketebalan dinding 75 cm dan ± 4 meter dari dinding bangunan dibuat parit dan tanggul pertahanan yang melingkar mengelilingi bangunan. Bangunan inilah yang kemudian diberi nama Benteng Van der Capellen, seseuai dengan nama Gubernur Jendral Belanda pada waktu itu yaitu Godert Alexander Gerard Philip baron van der Capellen. Dengan adanya benteng pertahanan yang permanen dan strategis, maka secara militer dan politis memudahkan Belanda untuk menguasai wilayah sekitar Batusangkar. Hal ini menandakan beratnya perjuangan kolonial Belanda di Tanah Datar sehingga harus membuat benteng. Kesempatan demikian akhirnya bukan hanya bertujuan untuk memadamkan gerakan Kaum Agama, tetapi sekaligus untuk menguasai secara politis kawasan Tanah Datar dan sekitarnya. Konflik ini akhirnya berkembang menjadi Operasi Militer Belanda. Kenyataan demikian menyadarkan Kaum adat yang semula mengizinkan Belanda untuk masuk ke Tanah Datar. Keberadaan Belanda di Batusangkar sampai saat meletusnya Perang Dunia II. Pada saat Jepang berhasil merebut Sumatera Barat kemudian Belanda meniggalkan Batusangkar. Benteng Van der Capellen kemudian dikuasai oleh Badan Keamana Rakyat (BKR) dari tahun 1943-1945. Setelah Indonesia berhasil merebut kemerdekaan dari penjajahan Jepang, Benteng Van der Capellen kemudian dikuasai oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sampai tahun 1947. Pada waktu Agresi Belanda II, Benteng Van der Capellen kembali dikuasai Belanda selama dua tahun, yaitu tahun 1948-1950.
Setelah Belanda meninggalkan Batusangkar, Benteng Van der Capellen kemudian dimanfaatkan oleh PTPG yang merupakan cikal bakal IKIP Padang (sekarang Universitas Negeri Padang) untuk proses belajar mengajar yang saat itu diresmikan olah Prof. M. Yamin, SH. Pemakaian bangunan benteng untuk PTPG berlangsung sampai tahun 1955 dan pada tahun itu juga PTPG dipindahkan ke Bukit Gombak.
Benteng Van Der Capellen kemudian dijadikan sebagai markas Angkatan Perang Republik Indonesia. Pada saat meletus peristiwa PRRI tahun 1957, Benteng Van der Capellen dikuasai Batalyon 439 Diponegoro yang kemudian diserahkan kepada Polri pada tanggal 25 Mei 1960. Oleh Polri kemudian ditetapkan sebagai Mapolres Tanah Datar dan berlanjut hingga tahun 2000.
Sejak tahun 2001, Benteng Van der Capellen dikosongkan karena Mapolres Tanah Datar telah pindah ke bangunan baru yang berada di Pagaruyung.
Beberapa perubahan bangunan, antara lain atap yang semula berupa atap genteng diganti dengan atap seng pada tahun 1974. Pada tahun 1984 dilakukan penambahan ruangan untuk serse dan dibangun pula TK Bhayangkari. Parit yang masih ada disebelah kanan dan kiri bangunan benteng ditimbun dan diratakan pada tahun 1986. Selain itu, ruangan sel tahanan yang semula terdiri dari 4 ruangan, dibongkar satu sehingga tinggal menjadi 3 ruangan. Perubahan bangunan terakhir kalinya terjadi pada tahun 1988, yaitu berupa penambahan bangunan kantin dan bangunan untuk gudang.
Pada Tahun 2008 sebahagian dari bangunan Benteng Van Der Capellen telah direnovasi oleh Balai Pelestarian Peniggalan Purbakala kemudian akan dilanjutkan pada tahun anggaran 2009 ini, yaitu mengembalikan ke bentuk aslinya atau mengembalikan kondisi banguan bernilai kuno ini menjadi bangunan benda cagar budaya bernilai jual tinggi untuk pariwisata Luhak Nan Tuo. setelah itu di jadikan sebagai Kanotor Dinas Budaya Pariwisata Pemuda dan Olahraga serta Kantor Kawartir Cabang Gerakan Pramuka Tanah Datar. Pada tahun 2010 Benteng Van Der Capellen dijadikan sekertariat Panitia Penyelengaran Jamboter Budaya Serumpun Indonesia Dan Malaysia.
Sampai saat ini Van der Capellen sudah masuk dalam daftar salah satu peningalan benda cagar budaya di Tanah Datar. ini tidak bisa dilepaskan dari peristiwa peperangan antara kaum adat dan kaum agama yang terjadi pada tahun 1821.
Saat pertama kali anda datang ke tempat ini maka akan terlihat sebuah gerbang yang berdiri dengan megah nya di depan bangunan. Gerbang ini bertuliskan “Benteng Van Der Capellen”. Ketika sudah masuk halamannya, nampak sebuah bendera merah putih berkibar dari atas tiang dan menantang dua buah meriam kuno peninggalan Belanda yang terletak di sisi kiri dan kanan bangunan Benteng Van der Capellen seakan-akan mereka menyambut kedatangan tamu.
Sepintas penampilannya seperti meriam biasa saja yang juga ada di benteng-benteng lain, tapi setelah diperhatikan dengan cermat ternyata ada tanda-tanda khusus. Di bagian belakangnya tertulis angka 1790 tahun pembuatan meriam tersebut, yang berarti telah berusia 223 tahun pada tahun 2013 ini. Kemudian juga terdapat tulisan VOC lengkap dengan lambangnya yang menyatakan bahwa meriam tersebut dibuat dan didatangkan semasa VOC berjaya. VOC singkatan dari Vereenigde Oostindische Campagnie adalah perserikatan perusahaan dagang Hindia Timur yang didirikan oleh kolonialis Belanda pada 20 Maret 1602. Perserikatan yang beroperasi tahun 1602 hingga 1799 ini memberi dampak yang sangat besar bagi bangsa Indonesia yang sedang terjajah ketika itu, terkenal kejam dan menindas. Kedua meriam kuno itu tidak lagi punya roda seperti beberapa meriam peninggalan Belanda yang dapat dipindah-pindah, tetapi sudah dipasang permanen ke beton berbatu. Menurut cerita masyarakat sekitar benteng bahwa beberapa puluh tahun lalu meriam tersebut masih dimanfaatkan untuk membuat bunyi letusan sebagai tanda masuknya waktu berbuka puasa Ramadhan dengan memakai mesiu. Kini hanya sebagai pajangan saja yang menghiasi benteng Van der Capellen.
Kehadiran meriam kuno pada cagar budaya ini seakan-akan langsung mengingatkan kita terhadap masa lampau jaman penjajahan oleh Belanda. Dari depan bangunan terdapat sebuah lorong setengah lingkaran yang menjadi jalan utama keluar masuk bangunan ini. Suasana lingkungan di sekitar begitu asri dan sangat terjaga kebersihannya, rumput-rumput yang tumbuh subur sangat terawat dan teratur. Hal ini tidak terlepas dari tanggung jawab Pemerintah Daerah. Bentuk bangunan yang sudah beberapa kali mengalami renovasi ini tetap tidak menghilangkan wajah aslinya. Kita masih dapat melihat bentuk bangunan yang unik ini dari depan secara keseluruhan.
Benteng Van der Capellen saat ini selain sebagai kantor Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Tanah Datar, juga digunakan untuk aktifitas seni dan budaya serta sebagai pusat informasi pariwisata (tourism information centre). Di sini juga telah dikelola sebuah museum kecil yang menampilkan berbagai data sejarah Minangkabau dan perjuangan masa lalu.
Benteng Van der Capellen terletak berdekatan dengan gedung Indo Jolito yang dulunya sebagai kediaman residen Belanda yakni Godert Alexander Gerard Philip van der Capellen, untuk wilayah Minangkabau pedalaman dan tidak jauh pula dari bangunan tangsi Belanda di Parak Jua.
Apabila anda ke Batusangkar, maka sempatkan juga untuk mampir ke Benteng Van der Capellen yang bersejarah ini. Bila ingin tahu sejarah Minangkabau dan sejarah perjuangan melawan Belanda, maka juga ada beberapa data di sana. Begitu pula informasi tentang kekayaan budaya dan potensi pariwisata. Atau sekurang-kurangnya anda ingin menghirup udara segar sambil beristirahat di bawah pohon beringinnya yang juga sudah berusia lebih dari satu abad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar