Tahun
baru islam yang di peringati 1 muharam 1434 hijriyah, bicara tentang
bulan Muharram pasti tidak akan lepas dari peristiwa Hijrah-nya Nabi Muhammad
SAW dari Makkah ke Madinah, yakni pada tahun 622 M. Hijrah itu sekaligus
menjadi titik awal dimulainya kalender Islam. Ini artinya hijrah Rasulullah SAW
beserta para sahabatnya ke Madinah telah berumur 1434 tahun. memaknai tahun
baru islam ini banyak masyarakat muslim di seluruh belahan dunia menyambutnya
dengan bahagia , termasuk di
Indonesia
yang memeriahkan dengan bentuk perayaan, yang notabennya berbeda dengan
perayaan tahun baru masehi, perayaan-perayaan dalam konteks kebudayaan pun juga
ada, salah satu nya dalam kebudayaan di pariaman, Sumatra barat yaitu
tradisi tabuik.
Tabuik
merupakan tradisi turun temurun yang sudah berlangsung di daerah pariaman,
sejarah Tabuik berasal dari sebuah kata dari bahasa Arab yakni ‘tabut’
yang berarti mengarak merupakan sebuah tradisi masyarakat yang sudah
dilaksanakan secara turun temurun. Upacara yang diselenggarakan pada hari Asura
atau 10 Muharram ini merupakan sebuah peringatan atas peristiwa Perang Karbala
yang dibawa oleh penganut Syiah dari Timur.
Tabuik
berjumlah dua buah dan terbuat dari bambu serta kayu. Bentuknya menyerupai
binatang berbadan kuda dan berkepala manusia dengan posisi tegap dan
memiliki sayap. Dalam kepercayaan Islam, Tabuik tersebut sebagai gambaran
dari Buraq yang dipercaya sebagai kendaraan Nabi Muhammad dalam peristiwa Isra’
Mi’raj. Kedua Tabuik tersebut diarak menuju pantai setempat untuk di ‘serahkan”
ke laut. Saat matahari terbenam arak-arakan pun berakhir. Kedua Tabuik tersebut
dibawa ke pantai yang selanjutnya buang kelaut. Hal tersebut dipercaya sebagai
ritual buang sial .
Tabuik
yang sudah menjadi tradisi tahunan terhadap pemda setempat ini, tidak hanya
memperkenalkan kebudayaan tetapi juga meningkatkan jumlah wisatawan yang datang
dari dalam maupun luar kota, tradisi tabuik ini juga di selenggarakan di kota
lain seperti Bengkulu. Semoga dengan artikel ini dapat menambah wawasan bagi
para pembaca sekalian, sekaligus juga membatu pembaca mengingat bahwa budaya
kita masih banyak yang perlu dilestarikan serta tetap menjaga kaidah islam
dalam kebudayaan.
Prosesi
Ritual Budaya Tabuik Pariaman
Membuat
daraga
Beberapa
hari sebelum prosesi tabuik dimulai terlebih dahulu masing-masing rumah tabuik
mendirikan sebuah tempat yang dilingkari dengan bahan alami (pimpiang) empat
persegi dan didalam nya diberi tanda sebagai kiasan bercorak makam yang
dinamakan dengan”daraga” .fungsi dari daraga adalah sebagai pusat dan tempat
alat ritual,merupakan tempat pelaksanaan maatam.
1.
Mengambil tanah (tanggal 1 muharram)
Aktivitas
pengambilan tanah dilakukan pada petang hari tanggal 1 muharam ,dilakukan
dengansuatu arak-arakan yang dimeriahkan dengan gendang tasa. Mengambil tanah
dilaksanakan oleh dua kelompok tabuik yaitu kelompok “tabuik pasar” dan “tabuik
Subarang”, masing-masing kelompok mengambil tanah pada tempat (anak sungai)
yang berbeda dan berlawanan arah . tabuik pasar di desa pauh, sedangkan tabuik
subarang di alai-gelombang yang berjarak ±600 meter dari daraga(rumah tabuik).
Pengambilan tanah dilakukan oleh seorang laki-laki dengan berpakaian jubah
putih melambangkan kejujuran hosen. Tanah tersebut diusung ke “daraga” sebagai
symbol kuburan hosen.
2.
Menebang batang pisang (tanggal 5 muharram)
Menebang
batang pisang adalah cerminan dari ketajaman pedang yang digunakan dalam perang
menuntut balas atas kematian hosen.oleh seorang pria dengan berpakaian silat.
Batang pisang ditebang putus sekali pancung.
3.
Peristiwa maatam (tanggal 7 muharam)
Prosesi
maatam dilaksanakan setelah shalat dzuhur oleh orang(keluarga) penghuni rumah
tabuik. Secara beriringan mereka berjalan mengelilingi daraga sambil membawa
peralatan ritual tabuik (jari-jari,sorban,pedang hosen dll) sambil menangis
meratap-ratap. Hal ini sebagai pertanda kesedihan yang dalam atas kematian
hosen, sedangkan daraga adalah hakekat dari kuburan hosen.
4.
Maarak jari-jari (tanggal 7 muharam)
Maarak
panja merupaka kegiatan membawa tiruan jari-jari tangan hosein yang tercincang,
untuk diinformasikan kepada khalayak ramai bukti kekejaman raja zalim.
5.
Maarak saroban (petang tanggal 8 muharam)
Peristiwa
maarak saroban bertujuan untuk menginformasikan kepada anggota masyarakat akan
halnya penutup kepala (sorban) hosen yang terbunuh dalam perang karbala. Hampir
serupa dengan peristiwa maarak panja, bahwa kagiatan ini juga diiringi dengan
membawa miniature tabuik lenong serta didiringi gemuruh bunyi gendang tasa
sambil sorak sorai.
6.
Tabuik naik pangkat (dini hari tanggal 10 muharam)
Pada
dini hari menjelang fajar, dua bagian tabuik yang telah siap dibagun, di pondok
pembuatan tabuik mulai disatukan menjadi tabuik utuh. Peristiwa ini dinamakan
dengan tabuik naik pangkat, selajutnya seiring matahari terbit, tabuik diusung
ke arena (jalan) dan ditampilkan dan hoyak sepanjang hari tanggal 10 muharam.
7.
Pesta hoyak tabuik (tanggal 10 muharam)
Sepanjang
hari tanggal 10 muharam mulai pada pukul 09.00 wib dua tabuik pasar dan tabuik
subarang disuguhkan ketengah pengunjung pesta hoyak tabuik sebagai hakekat
peristiwa perang karbala dalam islam. Acara hyak tabuik akan berlangsung hingga
sore hari secara lambat laun tabuik diusung menuju pinggir pantai seiring
turunnya matahari.
8.
Tabuik dibuang kelaut(petang tanggal 10 muharam)
Tepat
pukul 18.00 wib senja hari, tatkala “sunset” memancarkan sinar merah tembaga
akhirnya masing –masing tabuik dilemparkan ke laut oleh kedua kelompok anak
nagari pasa dan subarang ditengah kerumunan para pengunjung yang hanyut oleh
rasa haru. Maka selesai lah prosesi pesta budaya tabuik.
Filosofi
Tabuik
Seperti
halnya upacara Tabuik, mewakili cerminan sikap dan pola hidup masyarakat
Pariaman. Nilai-nilai yang terkandung di dalam setiap rentetan alur pelaksanaan
maupun simbol upacara tersebut menjadi hal yang penting bagi masyarakat
setempat. Tabuik atau lengkapnya upacara Tabuik adalah adalah salah satu
tradisi sosial keagamaan masyarakat minangkabau, khususnya di wilayah Padang
Pariaman. Substansi tradisi ini bersumber dari suatu peristiwa yaitu kisah mati
syahid Husein Bin Abi Thalib (cucu Nabi Muhammad SAW yang kemudian biasa
disebut Husein) dalam perang melawan Raja Yazid Bin Muawiyah di negeri Syam di
Padang Karbala yang terjadi pada bulan Muharram tahun 61 (Ernatib dkk 2001:3).
Orang
Minang pada umumnya menyebutkan kata Tabuik berasal dari kata Tabut dan orang
Pariaman khususnya melafazkan Tabuik. Ini disebabkan pengaruh dialek Minang
dimana konsonan akhir huruf “t” akan dilafalkan “ik” seperti takut menjadi
takuik, larut menjadi laruik dan sebagainya. Menurut beberapa sumber Tabuik
adalah peti kayu yang dilapisi emas (Brosur Depparpostel Sumbar, 1993/1994
dalam Khanizar Chands, 1995:7, Ernatib dkk, 2001:14). Sedangkan menurut W.j.S
Poerwadarminta dalam Ernatib, 2001 : 14 pada Kamus Besar Bahasa Indonesia
Tabuik atau Tabut adalah sebuah peti yang terbuat dari anyaman bambu yang
diberi kertas berwarna, kemudian dibawa arak-arakan pada hari peringatan Hasan
dan Husein tanggal 10 Muharram. Upacara Tabuik sekarang telah menjadi agenda
tahunan tradisi masyarakat Padang Pariaman setiap tanggal 1-10 Muharram.
Selanjutnya
Muhammad Idrus Al Marbawi dalam Ernatib, 2001 : 14 dalam kamus bahasa arab
mengatakan, Tabuik berasal dari bahasa Arab Melayu yang artinya peti atau
keranda yang dihiasi bunga-bunga dan kain berwarna-warni dan kemudian dibawa
berarak-arak keliling kampung. Sedangkan pengertian Tabuik di Pariaman adalah
sebuah keranda yang diibaratkan sebagai usungan mayat Husein Bin Ali yang
terbuat dari bambu, kayu rotan yang dihiasi bunga-bunga “salapan”. Pada bagian
bawah Tabuik terdapat seekor burung Buraq berkepala manusia dan pada bagian
atasnya terdapat satu tangkai bunga salapan yang disebut sebagai puncak Tabuik.
Secara
harfiah Tabuik berarti peti atau keranda yang dihiasi bunga-bungaan dan
dekorasi lain yang berwarna-warni dan kelengkapan lain yang menggambarkan Buraq
(hewan kuda yang berkepala manusia). Secara simbolik, Tabuik menyimbolkan
kebesaran Allah SWT yang telah membawa terbang jenazah imam Husein ke langit
dengan Buraq tersebut sebagai medium yang meninggal secara mengenaskan saat
terjadi perang di Karbala, Madinah.
Tradisi
ini bersifat kolosal, karena melibatkan banyak orang, mulai dari tahap
persiapan, pelaksanaan dan tahap akhir pada penyelesaian puncak acara.
Keterlibatan kelembagaan maupun pemerintah daerah, masyarakat setempat, juga
pihak lain dari luar daerah pariaman mempunyai andil cukup besar dalam
berlangsungnya upacara Tabuik. Secara kuantitas upacara Tabuik merupakan
keramaian sosial yang terbesar di wilayah Padang Pariaman. Keterlibatan banyak
personil dan lembaga hal ini menunjukkan bahwa acara ini senantiasa menjadi
agenda tetap yang dinanti-nanti seluruh masyarakat Pariaman. Secara kualitas,
Tabuik merupakan ruang sosial keterlibatan ninik mamak, alim ulama, cerdik
pandai dan anak nagari semua ini menunjukkan bahwa Tabuik telah menjadi media
sosial yang paling efektif bagi eksistensi unsur-unsur sosial budaya dalam
masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar